Hari Minggu seringkali adalah hari yang gw tunggu; karena di hari tersebut terbit koran Minggu yang isinya juga meliput serba-serbi dunia fashion. Gw suka membaca kolom Parodi by Samuel Mulia yang selalu muncul di harian Kompas Minggu. Gw sendiri nggak pernah kenal Samuel Mulia. Tapi yang gw tahu, dia adalah pengamat dunia mode dan juga lifestyle; yang tulisan-tulisannya seringkali pedas mengkritik hedonisme lifestyle di kalangan pecinta fashion namun dalam gaya yang tetap lucu menggelitik.
Dalam pengamatan gw, tulisan-tulisan Samuel seringkali menyiratkan bahwa kalangan pecinta high-end fashion adalah kalangan yang begitu memuja harta dan kurang bisa bersimpati pada kondisi orang lain di sekitarnya. Gw nggak akan menimpali ataupun menyanggah asumsi nggak terang-terangan yang seperti itu; apalagi secara gw memang hanya awam yang termasuk bagian dari mereka yang sadar mode. Toh nyatanya, ada beberapa hal yang memang benar demikian adanya, tapi ada juga yang tidak benar sepenuhnya. Jadi, apa yang coba gw opinikan di sini adalah hasil dari pengamatan fakta-fakta yang gw temukan sendiri (by the way busway, gw tetap menyukai artikelnya Samuel Mulia...., makanya Kompas Minggu tuh selalu gw tunggu-tunggu!).
Gw suka keindahan. Pernyataan ini erat hubungannya dengan kesukaan gw pada dunia fashion, karena fashion itu indah di mata gw. Gw akui, dunia fashion itu emang dekat dengan citra gaya hidup hedonis. Gimana enggak..., harga sehelai baju vintage yang lagi up to date aja sekarang bisa mencapai Rp 200-300 ribuan. Jadi, namanya memang baju vintage, tapi harganya betul-betul nggak vintage...! ^^;; Nah, untuk memenuhi hasrat ingin up to date tersebut, emang nggak jarang orang (utamanya para remaja yang masih sering ‘silau bling-bling') akan melakukan segala cara untuk bisa membeli barang-barang high-end yang harganya selangit. Mulai dari yang halal: menghabiskan duit jajan sendiri, nggak bisa nabung, gesek credit card terus atau menjual barang-barang sendiri; sampai yang nggak halal: ngebohongin orang lain (ortu misalnya) untuk bisa dapat uang jajan lebih, korupsi atau bener-bener nyolong dompet temen! Amit-amit deh kalau sudah jadi kriminal begitu; untungnya gw nggak sampai termasuk tipe yang seperti itu.
So intinya, well.....ya....nggak bisa menyangkal juga kalo dunia fashion itu emang dekat dengan gaya hidup hedonis.
Kalau gw lagi blogging di sini sambil jalan-jalan ke tempat fashion-blogger lainnya, blog-blog yg gw lihat tersebut kebanyakan memang seperti ajang perlombaan pamer kekayaan. Ada yang pakai baju merek desainer internasional yang harganya bisa untuk beli 4 kavling apartemen tipe 21, ada yang pamer isi walking-closetnya yang penuh tas dan sepatu original brands, ada yang pamer hari ini dia lunch di restoran hotel bintang lima A dan dinner di hotel bintang lima B. Notice this: gw sih nggak anggap kalau pamer-pamer kekayaan itu haram hukumnya, lho! Itu sah-sah aja lah, terserah si empunya blog, secara itu ‘kan emang kekayaannya dia sendiri. Terserah dia kalau memang mau pamer atau enggak. Gw samasekali nggak sirik atau bermaksud bilang kalau segelintir blogger tersebut lebay, sombong, etc, dsb, dsj....Gw sendiri juga enjoy aja ngeliatnya koq! :P Beside that, bukankah fashion-blog itu memang dimaksudkan sebagai ajang unjuk koleksi ‘keindahan’ yang kita miliki?
Tapi, sebagai orang yang cinta fashion sekaligus sensitif sama urusan kondisi masyarakat sekitar, gw memang cenderung lebih suka pada blogger yang menampilkan kreativitasnya dalam padu-padan dari koleksi bajunya yang sudah ada. Sekali lagi, gw bukannya sirik sama fashion-blogger yang super kuaya-ruaya. Tapi gw lebih takjub pada mereka yang bisa mempersembahkan keindahan fashion itu tanpa perlu (kasarnya) bermodalkan uang jutaan rupiah. Misalnya, foto 1 fashion-item yang dia miliki bisa muncul beberapa kali dalam padanan berbeda!
So....di sisi lain, gw rasa banyak juga koq blogger yang kreatif soal padu-padan begini dan informatif soal merekomendasikan fashion-items yang harganya reasonable. Gw harap gw termasuk salahsatunya, karena gw pun memang banyak pertimbangan dulu sebelum menentukan hendak membeli sebuah fashion-item. Kalau pembaca membaca blog-blog gw sebelumnya, gw pernah bilang bahwa menurut gw; baju seharga Rp 500 ribu ke atas itu benar-benar nggak manusiawi! Jujur aja...., seringkali baju yang harganya Rp 350.000 itu aja juga udah keterlaluan di mata gw. Gw nggak mau munafik juga; gw pun sebenarnya punya beberapa baju yang harganya mendekati Rp 400 ribu. Tapi, beberapa benda itu dibeli atas pertimbangan yang bener-bener banyak: mulai dari seberapa kadar hasrat gw untuk memilikinya, apakah tuh baju bisa dipakai berkali-kali dan dalam kesempatan apapun atau kelangka-an produk sejenisnya.
Jadi, sudah jelas juga ‘kan kalau gw bukannya sirik pada mereka yang pamer kekayaannya seperti disebutkan di atas tadi? Kalau boleh sedikit 'ninggiin mutu', keluarga gw sebenernya juga dari kalangan yang mapan koq. Bukan berarti karena gw nggak mampu beli fashion-item seharga jutaan. Apalagi, gw juga sudah punya penghasilan sendiri; jadi kalau gw mau foya-foya sebenernya gw bisa banget! Tapi oleh keluarga gw, dari kecil gw emang dididik untuk belajar menghargai uang karena lebih banyak orang yang susah mencari uang ketimbang mereka yang bisa dengan mudah mendapatkannya. Keluarga gw mapan, tapi gw nggak dibiasakan gampang beli dan gampang buang terhadap setiap barang. Kalau bisa dikreasikan lagi jadi sesuatu yang tampilannya baru, ya kreasikan lah! Kalau bisa makan daging rendang enak di rumah makan Padang, kenapa harus makan roast beef di resto hotel bintang lima tiap hari? (kalau sesekali sih nggak pa-pa; gw juga sesekali suka makan di fancy-resto koq) Kalau cukup beli baju seharga Rp 100 ribu (atau di bawah itu) tapi bisa dimix-match hingga terkesan seperti fashion-appearance seharga Rp 550 ribu, kenapa enggak? Maksud gw nulis blog ini adalah menyuarakan opini bahwa gw bakal lebih menghargai mereka yang bisa menghasilkan sesuatu yang 'wow' dengan modal yang tidak seberapa. Nggak harus produk fashion yang ditampilkan itu dari brand-brand kelas tinggi; sehingga bikin kesan bahwa dunia fashion seolah tak terjangkau oleh setiap kalangan.
Pelitkah kami....? Nggak, bukan pelit....Kalau pelit, lebih baik nggak usah ngikutin urban lifestyle sekalian. Justru gw merasa ortu gw ngajarin gw untuk sadar sosial dan belajar berhemat demi tuntutan di masa depan. Soalnya, pepatah bahwa roda kehidupan itu berputar memang benar. Gw udah melihat banyak fakta seputar kehidupan gw soal hal ini. Jadi gw selalu harus bisa siap seandainya di masa depan gw udah nggak se-mapan sekarang. Tinggal balik ke diri kita sendiri; kalau mau berhemat tapi bisa tetap ngikutin trend.
Anyway, ini lagi-lagi hanya opini pribadi gw. Pengen aja nulis seperti ini; secara mungkin gw juga agak merasa ironis aja ‘kali yee....karena ngeliat beberapa fashion-blogger emang terkesan seperti yang dinyatakan dalam tulisannya Samuel Mulia itu. Tapi gw juga mau menegaskan di sini bahwa masih banyak juga fashion-blogger yang pinter nemuin & padu-padan fashion-item - yang harganya nggak sebanding dengan biaya makan satu bulan keluarga kalangan bawah - untuk hasil akhir yang kesannya tetap high-end class. That’s all.
*anyway, this is some of the cheap treasures of mine (with high-end performance):
pic 1: camera-beads necklace, found in Riot's Barbie for only Rp 35.000,- (about US$ 3).
pic 2: got these stunning statement necklaces; 2 for only Rp 85.000,- (about US$ 8) from some bazaar. Yaaayy.....it’s really really cheap, with high-end quality!
*Here's some old pics of mine when I was treavelling (eventhough there's no co-relation wiht this article ^ ^;; Just want to share these in here):
Tidak ada komentar:
Posting Komentar