(Riset Butik-butik Level Menengah Di Jakarta Versi Mia)
Kenapa juga ya; gw bikin review riset begini? Hmm....sebagai salahsatu shopaholic, gw pengen aja membagi pengalaman-pengalaman berbelanja gw keluar-masuk butik di mal-mal Jakarta dengan semua pembaca blog gw ini. Supaya teman-teman maupun orang yang belum gw kenal (tapi suka ngikutin blog gw ini) pun tahu; mana butik yang masuk kategori jempol ke atas (alias T.O.P) dan mana yang masuk kategori jempol terbaik (alias payah bin parah!) menurut gw. Satu hal lagi, gw pengen juga tulisan ini dilirik sama rekan Chief-Editor majalah trend tempat gw nulis artikel-artikel selama ini. Soalnya, selama ini gw kebanyakan nulis artikel feature atau psiko-pop melulu, hehehe. Pengen juga diketahui bahwa gw bisa nulis laporan review fashion seperti ini....huehehehe.
Bisa jadi, riset gw ini memang subyektif penilaiannya. Tapi yang harus kalian ketahui juga, gw setidaknya sudah pernah 2 kali menginjakkan kaki di butik yang gw survey, sebelum gw menulisnya di sini. Dengan kata lain, kesimpulan yang gw tarik dan gw tulis di sini bukan berasal dari pengalaman yang hanya sekali dicoba. Tapi, dari hasil beberapa kali pengalaman keluar-masuk dan mengamati. Jadi, gw rasa gw sudah cukup memberi “chance” pada butik-butik tersebut, sebelum akhirnya gw menarik kesimpulan tertentu.
Mengenai butik-butik yang gw riset, gw memilih segmen butik-butik kelas menengah ke atas. Karena menurut pengamatan gw, butik-butik semacam inilah yang paling banyak jadi acuan spot belanja bagi kaum urban di Jakarta. Kita nggak bicara soal survey di butik dalam pasar karena terlalu “jauh dari pandangan para fashionista” dan juga bukan butik high-end class seperti: Roberto Cavalli/ Dior/ Diane Von Furstenberg karena jangkauan harga yang relatif tidak terjangkau oleh kaum kebanyakan. Yang dijadikan riset dalam survey gw ini adalah: tampilan fisik butik, harga barang, SPG dan pelayanannya, termasuk pritilan-pritilan kecil di sekitarnya serta kesimpulan.
Here we go, starting from:
Orange
Butik ini selalu ramai dikunjungi kaum wanita tua-muda, karena harganya yang memang bisa dijangkau oleh hampir semua kalangan.Tampilan fisik butik cukup simple, namun bersih. Penataan baju dikelompokkan menurut warnanya, sehingga memudahkan pengunjung untuk mencari warna baju yang diinginkan. Tak melulu semua baju di sini murah harganya. Ada juga beberapa baju yang cukup mahal, di atas Rp 150.000,-.
Yang perlu diwaspadai adalah: seringnya gw menemukan baju yang cacat di butik ini. Misalnya, kancing copot, jahitan mencong-mencong, noda di baju, bahkan ada 1-2 baju yang bolong atau sobek. Baju salah produksi juga suka masuk ke butik ini. Misalnya, saat dicoba, bajunya pas di badan; tapi lingkar lengannya terlalu sempit sehingga tangan jadi susah masuk. Sebagai awam, gw memang kurang tahu darimana saja asal baju-baju di butik Orange ini. Tapi menurut temanku yang belajar ilmu marketing butik dan dari hasil suka baca koran, gw menduga bahwa kemungkinan besar baju-baju di butik ini berasal dari sisa-sisa di negara China. Entah apakah itu sisa jualan di toko-toko sana, maupun baju yang bisa dibilang “baju bekas yang didaur ulang”.
Sori kalau gw ngomong blak-blakan. Sekali lagi, mungkin pendapat gw memang subyektif. Tapi dari seringnya gw menemukan cacat-cacat tsb di baju-baju mereka, kecurigaan gw ke arah situ semakin kuat. Meski begitu, nggak usah takut bagi yang suka belanja di sini. Karena banyak juga model baju yang bagus dan unik di butik ini. Gw sendiri mengakui sering belanja di sini (that’s why gw juga sering nemu produk-produk yg cacat....hehehe). Soalnya harga low budget memang jadi keunggulan butik ini. Yang penting, cuci dulu baju yang dibeli dari butik ini sebelum dipakai. Sebaiknya jangan langsung dipakai begitu beli, karena baju-baju dari butik ini banyak yang kotor berdebu (mungkin dari gudang langsung turun ke display, tanpa dibersihkan dulu).
Soal pelayanan, jangan harap dapat pelayanan bagus dari butik produk low budget begini. SPG-SPGnya hanya enak dilihat karena mereka memang full make-up wajah, tapi minus soal kelayakan sikap sebagai SPG. No smile, no respect. Mereka lebih sering kelihatan asyik ngobrol sendiri dengan sesama temannya. Kalau dimintain tolong mengambilkan baju yang masih dibungkus (bukan yang dari rak display berdebu), dengan entengnya mereka sering tinggal bilang,”Tinggal yang di situ aja. Nggak ada yang dibungkus di gudang”. Entah benar, entah karena mereka malas mencari. Soalnya, yang kayak gini hampir sering gw alami di setiap cabang butik Orange. Saat selesai transaksi pembayaran pun, kasir jarang mengucapkan “Terima kasih” atau “Silakan datang kembali”. Barangkali mencerminkan produk yang dijualnya juga; bagus dilihat tapi soal kualitas....jangan tanya.
Kesimpulan: Masih OK untuk belanja murah-meriah. Asal cermat memilih dan mau serba self-service. Jangan mengharap pelayanan prima dari SPG-SPG yang cuek n judes.
Gw kasih simbol 1 jempol ke atas aja lah.
N.y.l.a, Mineola, Cammomile, Avenue, Monaco
Kelima butik ini dapat nilai penilaian yang hampir seragam di mata gw. Makanya gw jadikan satu demi efisiensi blog ini. Harga barang di butik-butik ini relatif terjangkau. Acuan model bajunya kebanyakan a la Asian style (Chinese, Korea, Jepang).Soal mutu produk, sedikit di atasnya butik Orange. Target butik N.y.l.a kelihatannya lebih cocok untuk para ibu muda berusia di kisaran 30 tahun plus. Sedangkan Mineola, Cammomile, Monaco dan Avenue bisa untuk kaum wanita usia 15 tahun ke atas. Tampilan butiknya standar, bersih.
Untuk model-model bajunya, Avenue, Mineola dan Monaco lebih feminim. Banyak baju dengan aksen frills, pita, renda dan motif floral di sini. Cammomile lebih cenderung funky; soalnya cukup sering gw lihat baju yang modelnya “aneh” dan agak terlalu mencolok untuk dipakai di sini (Indonesia). Sedangkan N.y.l.a, well....secara ambience-nya lebih “mature”, maka butik ini lebih cocok untuk kaum ibu. Penataan baju rata-rata juga dikelompokkan menurut warna; kecuali Cammomile yang agak berantakan karena dicampur-aduk. Penataan di Monaco tidak berdasarkan warna, tapi berdasarkan model bajunya.
Dari antara kelimanya, gw pribadi lebih suka butik Mineola dan Avenue. Soalnya gw memang lebih suka baju-baju feminim yang cute dan cantik. Avenue sering menggelar diskon. Mineola jarang ada diskon, tapi harganya sendiri relatif sudah murah. So, mungkin itu sebabnya dia merasa tak perlu lagi ada diskon-diskonan. Kalaupun ada diskon, biasanya mereka hanya mengelompokkan baju-baju yang di-diskon itu di rak tersendiri. Di Monaco suka ada diskon 50% untuk baju yang lama tak terjual atau yang cacat. Jadi tetap waspada; cermati baju yang diskon tsb di butik ini. 2-3 kali gw juga suka beli baju yang diskon 50% dari Monaco ini. Asal barangnya masih layak, no prob....; malah untung dapat baju bagus dengan harga murah.
Untuk pelayanan SPG; standar. Tapi tidak separah pelayanan SPG Orange. SPG jarang tersenyum, tapi masih lebih baik karena mereka tahu mengucapkan “Terima kasih” setelah transaksi pembayaran. Tas belanja dari butik-butik ini juga lebih “gengsi” karena desainnya lebih bagus dan tidak mencerminkan butik murahan.
Kesimpulan: Butik yang layak dikunjungi untuk hunting baju-baju cantik dengan harga relatif murah. Gw kasih simbol 3 jempol ke atas.
Gaudi
Butik ini cukup mencuat namanya karena dia rajin mempromosikan produk usahanya di majalah-majalah mode. Padahal, kalau ditilik dari harga produknya...lumayan lebih mahal dibandingkan beberapa butik yang gw review di atas sebelumnya. Targetnya kebanyakan remaja putri, tapi ada juga baju-baju untuk kaum ibu muda. Tampilan tokonya simple berbaur dengan nature-style dari dekor kayu-kayu di beberapa sudut butiknya.
Barang-barang yang ada di butik Gaudi kebanyakan mendukung indie-products. Maksudnya, baju maupun asesoris yang dijual di sini kayaknya hanya dibuat terbatas oleh para pengrajinnya. Kalau stok mode tertentu sudah habis, bisa jadi nggak ada re-stock lagi. Kadang, mereka juga menjual produk yang cacat produksi, tapi cacatnya nggak parah kayak di Orange. Nggak ada tuh baju sobek atau baju berkancing copot yang masih dijual. Kalau ada cacatnya pun, mereka jujur memberitahu di mana letak cacatnya. Misalnya, kalau ada setitik noda di kaos. Di kaos itu mereka kasih tag kartu yang nunjukin di mana noda itu berada. Terus, harga jualnya bisa dipotong sampai 50%. Intinya, mereka jujur.....nggak seperti butik Orange (yang di mata gw) berusaha ‘nutupin cacat’ dan barangnya tetap dijual dengan harga penuh.
Baju di Gaudi kelihatannya emang gede-gede ukurannya. Tapi jangan tertipu tatapan sekilas! Lebih baik selalu mencobanya dulu di kamar pas. Soalnya nggak jarang, setelah dicoba masukin ke badan, ternyata ukurannya pas. Atau malah sebaliknya; yang kelihatannya pas, ternyata malah kedodoran di beberapa tempat. Gw sering dapat pengalaman begini kalau pas belanja di Gaudi.
Yang paling gw sukai dari Gaudi ini adalah rak asesorisnya. Karena asesoris mereka rata-rata buatan terbatas, modelnya jadi unik dan jarang ditemukan di pasaran. Terutama untuk kalung. Gw suka terpaku rada lama di depan rak asesoris mereka, hehehe. Sayangnya, ya itu.....harganya cukup mahal. Rata-rata di atas Rp 100.00,-. Sejauh ini, gw punya koleksi kalung dari Gaudi ada 7 kalung.
Penilaian atas SPG-SPGnya, lumayan baik. Sebagian masih ada yang jutek, tapi banyak juga yang ramah. Mereka mau membantu pengunjung yang mencari ukuran baju atau minta stok baru yang masih dibungkus. Selalu ada yang berjaga di pintu untuk menyambut maupun mengucapkan terima kasih pada pengunjung; meski tidak berbelanja sekalipun. Sepertinya, training SPG di sini sudah cukup baik, tapi bisa lebih bagus kalau ditingkatkan lagi.
Kesimpulan: Harga cukup bikin dompet cepet kering. Jadi, jangan terlalu nafsu belanja di sini. Lebih baik fokus untuk barang-barang yang desainnya kelihatan nggak pasaran, supaya sepadan dengan uang yang dikeluarkan.
Gw kasih simbol 4 jempol ke atas.
Nina Mori
Butik ini termasuk belum lama hadir di Jakarta. Tampilannya putih bersih dengan aksen desain kayu di beberapa sudut; sepintas emang mirip butik oneesan-tachi di majalah-majalah Jepang. Makanya, iman gw cukup tergoda saat beberapa kali melewati butiknya yang di cabang MTA dan Senayan City. Apalagi, tulisan dalam bahasa Jepang “Nina Mori” (gw bisa bahasa Jepang lho!) yang cukup mengundang rasa penasaran; apakah ini memang butik franchise dari Jepang?
Ternyata......I dunno, but for me it’s not pure Japan’s!!! Baju-bajunya koq kayak model-model yang biasa ditemui di butik lain semacamnya di Gaudi dan Mineola, atau yang sering dijumpai di ManggaDua. Memang sih, ada beberapa baju yang desainnya bagus menyerupai desain baju a la Jepang. Tapi sisanya, lebih banyak mirip baju-baju di MangDu. Beberapa kali juga gw menemukan jahitan baju yang tidak rapi, benang mencuat ke sana-sini dan alur garis yang tidak simetris. Ow yaaaa.....gw ini emang pengamat mode yang jeli sekali lho!! Saking telitinya, gw selalu cermat memperhatikan setiap detail baju yang gw naksir. Makanya, kalo nemu ada noda atau jahitan yang miring, gw bisa protes minta dicarikan yang lain. Padahal, harga baju di sini juga tidak murah-murah amat. Rata-rata Rp 100.000,- ke atas. Tapiii...koq nggak sepadan dengan kualitasnya, yaaa....??
Nah, sehubungan itu.....very too bad, pelayanan SPG di sini ternyata sekelas SPG-nya Orange! Untuk sebuah butik yang (ceritanya) mau berjiwa Jepang; menurut gw, sangat fatal akibatnya bila SPG-nya tidak qualified! SPG-nya cuek cenderung jutek. Saat gw tanyakan apakah ada stok baru yang masih di gudang, SPG-nya bilang,”Nggak ada. Cuma yang di rak itu.” So, gw dengan sabar bilang begini,”Begini, mbak....lihat baju ini. Jahitannya miring ‘kan? Kalau memang masih ada yang lain di gudang, saya mau beli baju ini. Kalau memang benar tidak ada, ya sudah. Saya tidak jadi beli.” Eeeh....ternyata, si SPG itu langsung balik badan, masuk gudang dan nggak lama keluar dengan baju yang masih terbungkus plastik. Berartiiiiiiiii.....dia cuma malas mencari, iya ‘kan?!!
Yang tambah bikin kecewa selain no smile dan muka jutek sepanjang waktu (gw sih cuek aja lah nyoba-nyoba beberapa baju, krn butiknya sepiiiii banget), nggak ada sapaan samasekali mulai dari gw masuk sampai keluar. Itu gw alami terus sejauh gw masuk butiknya yang di MTA maupun di SenCi. Nggak heran deh, butiknya sering sepi. Gw sih cuek aja; secara SPGnya juga cuekin gw! Juga nggak ada kata “Terima kasih” setelah transaksi. Malah yang paling parah......saat pertama kali (dan yang terakhir???) gw mencoba belanja di sini, butik “Jepang-jepangan” ini memberikan tas kantong kresek buat belanjaan baju gw yang nyampe Rp 200.000 lebih! Oh my God...!! In my opinion, ini sih jelas butik “Jepang-Depok”. Untuk kelas butik di mall, memberikan tas belanja berupa kantong kresek itu keterlaluan nggak, sih?! Apa hanya gw doang yang berpikir begitu?!! Inilah tas belanja kantong kresek a la butik Nina Mori. Masih lebih bagus plastiknya butik Orange, ‘kan?
Kesimpulan: Harga mahal, model baju biasa-biasa saja. Cuma ada sekedar “dagelan” berupa tempelan foto-foto para model Jepang di counter kasir untuk bo’ongin orang yang nggak ngerti ambience fashion Jepang yang asli. Pelayanan SPG parah. Lumayannya dapat kantong kresek untuk bungkus lontong-sayur ~_~;;;; Jangan tertipu dengan serba-serbi “Jepang”nya.
Gw kasih simbol 1 jempol terbalik ke bawah.
Kamiseta
Butik asal Phillipine ini mungkin sudah nggak asing untuk sebagian fashionista. Kelasnya memang menengah cenderung ke atas, karena harga baju-bajunya antara Rp 100.000 – Rp 1 juta. Kesan pertama dari tampilan butiknya adalah very girlie, feminim dan sophisticated. Ditata apik seperti suasana ruangan dalam rumah impian para gadis: penuh hiasan bunga, ada sofa empuk bergambar bunga, ada bathub (yg jelas nggak pernah dipake), lantai kayu, warna cat yang lembut dan sebagian dinding dicat putih bersih. Plus lagi, butiknya selalu wangi lembut nan semerbak. Bikin betah deh, lihat-lihat di dalam sini.
Baju-bajunya berdesain classic-girlie. Sebagian desain casual, sebagian ada yang penuh frills dan renda. Gw sih suka yang model-model begini. Kualitas baju di Kamiseta juga nggak usah diragukan. Sepadan dengan harganya. Karena ini termasuk butik favorit gw, gw sampai menyimpan tas-tas belanja dari butik ini. Soalnya, desain tas belanjanya paling bagus dari butik-butik menengah lainnya. Terlalu cantik untuk dibuang!
Pelayanan SPG standar-rada cuek, tapi nggak jutek juga. Mereka mau membantu mencarikan stok baru di gudang atau mencarikan ukuran lain bila ukuran yang dicoba ternyata tidak sesuai. Oya, sekedar catatan: di butik ini ada stok ukuran size XS hingga XXS. Untuk orang bertubuh petite alias kecil-mungil, biasanya ‘kan juga sama susahnya mencari ukuran baju (seperti halnya orang size XL dan XXL). So, ini butik rekomendasi yang bagus buat kalian yang punya size segitu. Gw sendiri biasanya pakai baju keluarannya Kamiseta yang ukuran XS (gw termasuk size petite sih; meski makannya banyak, hihihihi....). Balik ke topik SPG; mereka juga masih sempat senyum dan bilang “Terima kasih” setelah kita bayar.
Kesimpulan: Butik ini nggak rekomendasi buat urusan harga miring. Tapi, mengingat koleksi mereka yang unik, nggak pasaran dan mutu prima, bisa menjanjikan kamu yang teliti soal kualitas (kayak gw) bakal balik dan balik lagi. Plus, tas belanjanya bagussss banget! *bling bling on my eyes*
Gw kasih simbol 4 jempol ke atas.
Mengingat banyak banget yang udah gw tulis, untuk sekarang segini dulu deh review riset butik kelas menengah dari gw! Butik di Jakarta sih memang banyak buangets. Kalau gw riset dan bikin review semuanya, bisa-bisa nggak bakal kelar selamanya (soalnya, yang namanya butik baru ‘kan bakal bermunculan terus).
Mudah-mudahan segini saja pun sudah cukup memberikan info tempat belanja yang sesuai dengan kondisi teman-teman semuanya. Cheers....:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar