Kamis, 02 April 2009

Smart Shopping Tips A la Mia

On this pic:
Blue bubbles dress: gift from my mom's friend; Auntie Hilda, from UK
Gold-ring necklace: Forever 21
Gold charm-bracelet: Christian Dior

Di sini gw akan memberikan tips-tips pribadi saat gw berbelanja sebagai penggemar fashion
yang smart. Gimana caranya agar kamu bisa memiliki barang bermerek, tanpa harus over-limit sampai dikejar-kejar hutang seperti Rebecca Bloomwood. Gimana caranya agar pengeluaran kamu tetap teratur dan masih bisa menabung setiap bulan. Gimana caranya agar kamu bisa mendapatkan barang yang kelihatan berharga ratusan ribu, padahal sebenarnya kamu hanya mengeluarkan puluhan ribu saja untuk membeli barang tersebut. Harapan gw, tips-tips dari pengalaman gw sendiri ini bisa membuktikan bahwa sebagai penggemar fashion, kita juga ternyata bisa bijak dalam berbelanja.

Here we go:

  1. Belanja barang branded hanya kalau lagi musim sale.

  1. Cek dulu harga asli barang inceran kamu saat belum musimnya sale, supaya kamu yakin bahwa potongan harga yang diberikan saat even sale itu benar adanya; bukan karena harganya dinaikin dulu, terus baru di-diskon. Itu sih pembohongan publik namanya! Beberapa butik melakukan trik licik seperti ini. Makanya, cek dulu harga sebelum sale sehingga kamu betul-betul yakin mendapatkan harga diskon saat belanja di musim sale.

  1. Selama kamu nggak tinggal di Milan, Paris atau di beberapa negara lain yang anti barang bermerek bajakan, nggak ada salahnya kalau kamu membeli replika barang berkualitas bagus. Misalnya, tas Balenciaga KW 1. Tapi, jangan bawa tas branded KW 1 milikmu itu saat kamu jalan-jalan ke Paris. Soalnya kalau kamu masuk ke butik-butik asli di sana dan penjaga tokonya melihat kamu membawa replika tas Balenciaga, mereka berhak meminta tas KW milikmu itu untuk dibakar di depan matamu sendiri! Soalnya, di negara seperti itu memang ada aturan bagi penjaga toko untuk berhak membakar barang replika. So, be careful if you take a trip to there with your KW’s stuffs. Tapi, selama untuk dipake di sini dan di Asia aja sih, masih amaaan dan tetep bisa gaya! Hehehe...

  1. Eksplorasi ke tempat-tempat yang terkesan “kumuh”. Misalnya: terminal Blok M, kawasan Tanah Abang, pasar Senen, pasar Ular dsb. Kadang-kadang, di luar dugaan, kamu bakal menemukan barang-barang bagus yang terkesan mahal banget....tapi dengan harga sangat murah! Di sini gw berikan contoh hasil perburuan gw dari lapak terminal Blok M. Stunning studded-belt kayak di foto ini, kalau di mal harganya paling murah sekitar Rp 150.000,-. Gw mendapatkan belt keren ini di lapak Blok M hanya seharga Rp 30.000,-!!! Silakan pingsan karena shock! :D Beberapa kali gw juga pernah menemukan baju bagus - kayak bikinan butik desainer – di Ramayana dept. store. Syaratnya, kalau hunting ke tempat-tempat begini, jangan pakai dandanan menyolok. Soalnya, rawan copet dan penodongan!

  1. Kalau belanja ke tempat yang bisa nawar seperti ITC, tawar harga barangnya sampai sekitar 70%. Rayu dulu pedagangnya supaya jangan marah kalau barangnya ditawar segitu. Pelan-pelan, baru naikkan nilai barangnya setahap demi setahap sampai dapat harga yang kamu rasa udah boleh lah. Kalau tawar-menawarnya alot, akhiri dengan harga yang kamu rasa cukup pantas sebelum berlagak meninggalkan pedagang itu. Biasanya, kalau si pedagang pun merasa OK, dia akan memanggil kamu agar balik lagi. Kalau dia tidak memanggil, artinya harga terakhir yang dia berikan itu sudah standar terendah. Tinggal kamu yang putuskan, mau atau tidak.

  1. Kalau kamu termasuk doyan belanja di top branded boutiques kayak gw sementara kamu hanya seorang staff karyawan bergaji pas-pasan kayak gw juga, ketatkan dirimu sendiri untuk membeli maksimal 3 barang saja (atau kurang, tergantung kondisi keuanganmu) dan bayar cash. Bulan depannya, kamu bisa mengulangi disiplin yang sama lagi. Tanpa sadar, lama-lama koleksi barang branded-mu bakal nambah. Sisi positif yang lain, kamu juga nggak perlu menumpuk hutang kartu kredit.

  1. Umumnya, pegawai upahan itu menabung hanya kalau ada sisa dari gaji yang dibelanjakannya. Nah, ubah deh kebiasaan salah begitu! Kalau gw; biasanya begitu terima gaji, sebagian gw sisihkan buat langsung dimasukin ke rekening bank A (khusus tabungan gw, tanpa bikin kartu kredit atau ATM dari situ). Dengan begini, nafsu foya-foya juga bisa di-rem. Gaji sisanya gw pakai buat kebutuhan bulanan, termasuk buat jatah bersenang-senang (shopping, makan di cafe, etc). Syukur-syukur kalau gw lagi ngirit bulan itu, jadi gw bisa punya sisa lagi buat tambahan tabungan. Tapi, biasanya sih memang habis dipakai. Meski begitu, gw toh sudah nabung duluan, jadi nggak usah merasa bersalah kalau memakai jatah yang memang udah sesuai porsinya.

  1. Harus jeli, terutama kalau kamu belanja pas obralan di butik mahal. Gw tuh sering nemu baju yang harganya nggak terlalu mahal di butik seperti itu, tapi baju tersebut nyelip di antara deretan baju-baju yang harganya mahal (meski udah diskon). Pertimbangkan juga model dan desainnya. Model yang klasik biasanya bersifat long-term used. Jadi, jangan ragu ambil! Tapi, jangan terpincut mengambil baju dengan model yang terlalu aneh menurut kamu meskipun harganya agak murah. Soalnya, kalau akhirnya nggak bisa dipakai, ‘kan menyesal juga!

  1. Khusus sepatu: kalau kamu naksir model sepatu di butik yang mahal, cari tiruannya di toko sepatu lain yang lebih murah. Bisa juga kamu minta dibuatkan sepatu dengan model dan bahan yang persis ke penyedia jasa bikin sepatu (tentunya dengan harga nego yang jauh lebih murah).

  1. The last thing is......asah ketrampilan mix-match kamu!! Kamu nggak harus pakai barang dari satu merek saja, dari ujung kepala sampai kaki; misalnya. Cobalah mix barang branded asli dipadu dengan barang hunting dari lapak kakilima, or from your vintage collection. Voila....!! If you have strong sense of being fashionable, the result will be stunning and uniquely cool.

Just try it...., like me!

My Though About A Fashionista and Average People



Everyone who has passion on fashion right now must have been seen the movie “Confession of a Shoppaholic”. Film ini tengah beredar di Jakarta belakangan ini sejak pertengahan Maret 2009, dan boleh dibilang adalah film yang khas dunianya para fashionista. Sama halnya seperti film “The Devil Who Wears Prada” dan “Sex and The City”.


Speaking about “Confession of a Shoppaholic”, tokoh utama dalam film ini bernama Rebecca Bloomwood yang gila belanja, sampai-sampai bisa dibilang kegemarannya itu lebih mirip disebut penyakit kejiwaan. Becky (panggilannya Rebecca) bisa dijadikan contoh sebagai seorang fashionista yang tidak bijak. Orang-orang penggemar fashion seperti dia inilah yang telah mencoreng citra seorang fashionista sehingga orang awam sering menganggap general bahwa seorang penggemar fashion pasti tindak-tanduknya seperti orang bodoh, layaknya orang yang tidak berlatar edukasi tinggi. Padahal, kita yang mengikuti kiprah Becky di dunia fashion ini tahu, bahwa Becky adalah seorang lulusan perkuliahan dari bidang finance yang berotak encer. Bahkan, dia bisa dengan mudah diterima bekerja di perusahaan penasehat keuangan Succesful Saving. Jadi, Rebecca Bloomwood terbukti bukan orang yang tidak berpendidikan tinggi atau bodoh! Hanya saja, kelakuan gila belanjanya itulah yang memang tidak bisa dikatakan tindakan orang bijak. Itulah kekurangan yang kerap memang dijumpai pada gaya berbelanja beberapa penggemar fashion. Namun celakanya, masyarakat awam lalu asal menggeneralisir bahwa seorang fashionista pasti “tidak berotak”.


Padahal menurut gw, as a smart fashionista, kita bisa tetap terlihat “kinclong” asal kita bijak mengelola sense of shopping kita. Itu juga bisa membuktikan bahwa kita justru berotak encer, soalnya bisa membuat penampilan kita terlihat elegan, hanya dengan merogoh kocek secukupnya (well....orang yang nggak smart, mana mungkin ‘kan bisa melakukan hal seperti itu?)


Orang awam yang sering sinis menilai para fashionista biasanya menganggap diri mereka lebih pandai segalanya dari orang yang menggemari fashion. Gw pernah punya pengalaman dengan lingkungan orang-orang yang seperti itu. We call ‘em average people (kalau di kalangan cosplayer, mereka disebut “Muggles” – meminjam sebutan untuk orang biasa dalam Harry Potter ^^). Mereka sehari-harinya tetap berpenampilan lusuh dan kucel seperti orang yang kurang berpenghasilan; tapi mereka menganggap diri mereka pintar karena semua uang gajinya ditabungin. Padahal, beberapa dari mereka ini sudah memiliki jabatan yang lebih tinggi dari gw dalam hal karir. Tentu saja ini berarti bahwa gaji mereka pun malah lebih besar dari gw, ‘kan? Tapi secara penampilan, mereka tidak terlihat seperti orang yang penghasilannya di atas gw. Padahal nih, kalau mereka memang pintar, mereka ‘kan bisa “menyulap” penampilan mereka biar jadi terlihat kinclong tanpa perlu meninggalkan kebiasaan menabung? Gw bisa membuat penampilan yang elegan tanpa perlu gesek credit card, lho. Tiap bulan pun gw masih bisa nabung. Can you believe it? Nah, kalau sudah begini, siapa sebenarnya yang “bodoh”? (tapi lucunya, para “muggles” itu tetap suka bersikap sok pintar dan meremehkan para fashionista, lho. Just a note FYI: waktu gw lulus kuliah tepat waktu dengan IPK di atas 3, salahsatu senior gw di situ bilang begini ke gw: “Kamu lulus dengan IPK segitu pasti karena kamu ngakrabin dosen-dosennya”. Oh my God! MasyaAllah! Ya Tuhan! Piciknya pikiran orang itu!! Let God reveal the truth to himself, so he can see who’s the real loser ).


Karena lingkungan gw yang seperti itu dulu, gw pun sempat ikut terbawa suasana. Habis gimana...? Gw baru pakai tshirt bergambar Astro Boy yang ornamen gambar mecha-nya bisa terlihat 3D aja, udah dipuja-puji (ada yg tulus memuji, ada yg “memuji” sirik). Baru nambahin pakai syal di leher gw aja, udah dibilang mau nyaingin grup musik duo Ratu saat itu (waktu itu, grup Ratu-nya Mulan Jameela dan Maia Estianti masih eksis). “Seragam wajib” di lingkungan gw tersebut saat itu adalah kaos lusuh kegedean tanpa gambar (paling tulisan promosi produk dan gambar maskot) atau jaket berwarna gelap. Cewek-ceweknya nggak kenal dandan, bedak dan lipstik pun dilempar ke laut semua (kayaknya^^). Rasanya cuma gw saat itu yang tau bedak dan lipstik. Itu pun gw selalu sembunyi ke toilet kalau mau sekedar “touch-up”....soalnya, kalo gw lakukan di desk gw, bisa disuit-suitin para cowok di situ (yang rata-rata tampangnya mirip office-boy....sorry ^^;;). Untunglah, sekarang gw udah nggak lagi eksis di lingkungan begitu. Gw kini udah ada di lingkungan yang sadar bahwa penampilan itu bisa jadi point plus untuk menjaga relasi perusahaan. Padahal, gw akui gw lebih suka bidang pekerjaan di lingkungan kantor lama tsb. Cuma, ya itu....suasananya nggak bisa membuat gw merasa “freedom” n “high-spirited”. Bawaannya ngantuk dan lusuh melulu, selusuh baju kaos gw pada saat itu.


I don’t means to avenge what they’re doing to me by mock ‘em from behind, in here. Tapi niat gw adalah mau bilang: setidaknya kalau average people like ‘em memang merasa lebih smart dari gw yang seorang penggemar fashion, mana dong buktinya? Mengurus penampilan saja mereka nggak bisa. Padahal, gaji mereka lebih gede dari gw ‘kan? Penampilan yang bagus itu ‘kan nggak harus bermodalkan uang berjuta-juta (itu sih bisa balik lagi kayak kasusnya si Rebecca Bloomwood. That’s not a wise-fashionista!). As you’ve should know, I’m not a rich girl from a rich family. Everytime we’ve spend money, it must have been calculated wisely. Tapi, kalau kamu memang pintar me-mix & match dan menilik kualitas barangnya, barang yang harganya cuma sepuluh ribu Rupiah bisa kelihatan kayak berharga limapuluh ribu Rupiah koq.


Apa gunanya seseorang kerja banting tulang dari pagi-malam untuk gaji yang besar kalau dia sendiri pun nggak menikmati hasilnya? Itu sih lebih pantas disebut keterlaluan pelitnya deh kalo gitu! Memangnya ada orang mati yang membawa hasil tabungannya selama 60 tahun buat beli villa di surga? Memang kita nggak boleh hidup foya-foya (that’s a bad aspect too, you know?!), apalagi kalau sampai berhutang untuk itu. Tapi juga jangan keterlaluan kikirnya sampai diri sendiri pun “disiksa” seperti itu dong! Segalanya harus balance lah.


Apa yang tidak diketahui average people a ka. muggles adalah: bahwa menjadi penggemar fashion adalah salahsatu cara manusia menikmati hidupnya. Orang yang tidak pernah tahu rasanya berpenampilan menawan dan dipuji orang lain, biasanya adalah orang yang dunianya ibarat katak dalam tempurung. Otomatis, karakter sifatnya pun biasanya nggak gampang tertawa, penuh pikiran negatif di otaknya dan kurang kadar EQ-nya (manusia sehat yang hidupnya balance, biasanya punya kadar IQ dan EQ yang balance pula). Penampilan memang bukan segalanya, tapi harap diingat juga bahwa segalanya di dunia ini justru lebih mudah diraih lewat penampilan. Makanya, jadi fashionista yang smart kayak gw, dong ^^ he he he....Kalau mau tahu tips-tips gw agar bisa menjadi fashionista yang smart n wise (also doesn’t makes you bankrupt and being chased by a debt-collector like Rebecca Bloomwood), baca aja blog gw yg selanjutnya.